Atlantis Indonesia

Diaspora bangsa Nuhsantara …

Diaspora bangsa Nuhsantara
Pada Masa Lalu, Ternyata Australia Pernah Jadi Bagian dari Nusantara

Pengumpul teripang asal Makassar telah mengunjungi pantai utara Australia selama ratusan tahun lamanya untuk mengumpulkan ‘teripang’, jenis invertebrata laut yang dapat dikonsumsi dan menjadi obat di pasar Cina. Kunjungan mereka telah memberikan pengaruh bagi penduduk Australia Utara dalam bahasa, seni dan ekonomi, bahkan agama dan kepercayaan hingga genetik keturunan antara Makassar dan Australia.

Pada masa kuno, orang Aborigin di Australia telah memiliki keterikatan dengan kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara yang pada masa kini disebut sebagai Indonesia.

Pelayaran dimulai dari Makassar ke “Marege” nama yang diberi orang dari Makassar untuk sebuah wilayah pantai utara Australia pada masa lalu, ketika orang Makassar (Macassans) mencari dan berdagang teripang, jenis invertebrata laut yang dapat dikonsumsi dan menjadi obat di pasar Cina.

Pelayaran antara Sulawesi dan pantai utara Australia seperti ini telah dimulai sekitar tahun 1720, meskipun beberapa penulis menyatakan perjalanan telah dimulai 300 tahun lebih awal, atau sekitar tahun 1400-an.

Desa kuno di Tanah Arnhem (Arnhem Land)

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/thumb/7/79/Yolngu_languages.png/300px-Yolngu_languages.png
Yolŋu languages (green) among other Pama–Nyungan (tan)

Arnhem Land (Tanah Arnhem, Arnhem diambil dari nama kapal Belanda yang pernah berlabuh di sana 1623) adalah salah satu dari lima “wilayah” (region) di bawah administrasi Northern Territory di Australia.

Posisinya terletak di sudut timur laut dan berjarak sekitar 500 km dari ibu kota Darwin. Wilayah ini memiliki luas 97.000 km2 yang juga mencakup daerah Taman Nasional Kakadu, dan berpopulasi 16.230.

Wilayah dinamai oleh Matthew Flinders, penjelajah Inggris yang berkunjung ke tempat itu 1828. Menurut catatan Makassar seperti yang telah ditulis sebelumnya, daerah pesisir Arnhem Land disebut Marege, sementara pesisir region Kimberley di Australia Barat yang bersebelahan dinamakan Kayu Jawa.

Kontak Gowa dengan suku Aborigin Yolngu (Yolŋu)

Prof. Regina Ganter, seorang sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia, telah meriset salah satu suku Aborigin Marege yang ternyata berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di Tanah Arnhem (Arnhem Land) di daerah Darwin, dan Australia bagian utara.

Penghuni asli wilayah Tanah Arnhem ini adalah suku pribumi Aborigin Yolŋu (baca: Yolngu), yang sebelum kedatangan orang Eropa diketahui telah berhubungan dagang dengan pelaut atau pedagang dari Bugis/Makassar dan Melayu.

Prof. Regina Ganter
Prof. Regina Ganter, peneliti yang mendapat fakta komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo di Makasar, Sulawesi Selatan.

Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Phinisi dari Makasar menguasai perairan teluk antara Carpentaria – Darwin, untuk mencari tripang.

Prof. Regina mendapat fakta yang menakjubkan, bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo di Makasar, Sulawesi Selatan.

Komunitas ini sudah ada sejak abad ke 17 atau sekitar tahun 1650-an dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa yang pada masa lalu disebut sebagai desa “Kayu Jawa” di Australia Barat.

Begitu fenomenalnya suku Yolngu, sampai dibuat film drama yang berjudul “Yolngu Boy” pada tahun 2001 yang menceritakan tiga bocah suku Yolngu melewati transisi dari kehidupan anak-anak menjadi remaja.

Keuntungan film drama ini sebesar $645,700 dan itupun hanya keuntungan dari penayangannya di Australia saja. Film suku Yolngu lainnya adalah “Ten Canoes” pada tahun 2006 dan memenangi beberapa penghargaan (award) seperti AACTA Awards Australia, Cannes Film Festival, Flanders International Film Festival Ghent, Satellite Award dan lainnya.

Tanah Arnhem adalah wilayah Kerajaan Goa-Tallo

Kerajaan Goa-Tallo adalah penyatuan Gowa dan Tallo, oleh Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa’risi’ Kallonna. Ia kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata.

Wilayah Kerajaan Gowa sekitar tahun 1660-an.
Wilayah Kerajaan Gowa sekitar tahun 1660-an.

Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan.

Begitu dikenangnya raja Tumapa’risi’ Kallonna ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis sebagai “Goa”, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.

Rakyat dari kerajaan besar ini berasal dari Suku Makassar yang sebagian besar bermukim di ujung selatan pulau Sulawesi dan juga di wilayah pesisir barat bagian selatan atau wilayah tenggara dari pulau itu.

Diaspora suku Makassar dan Aborigin Marege yang sudah akrab sejak duu, dalam teatrikal di Australia.
Diaspora suku Makassar dan Aborigin Marege yang sudah akrab sejak ratusan tahun lalu dalam teatrikal “The Eyes of Marege rehearsal” di Australia.

Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.

Kerajaan ini juga memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin yang saat itu melakukan peperangan, yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669).

Peprangan itu dilakukan sebagai perlawanan terhadap pihak VOC Belanda yang dibantu oleh Kesultanan Bone, yang pada saat itu dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.

Namun sebenarnya Perang Makassar bukanlah perang antar suku, karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis juga. Demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar pula. Perang Makassar adalah perang terbesar yang pernah dilakukan VOC pada abad ke-17.

Pernikahan antara suku Makassar dan suku Aborigin Marege dalam sebuah teatrikal di Australia.
Pernikahan antara suku Makassar dan suku Aborigin Marege dalam sebuah teatrikal “The Eyes of Marege rehearsal” di Australia yang diperankan oleh Rod Smith dan Lisa Flannagan. (Photo by Heidrun Löhr).

Pengaruh terhadap warga Australia

Hubungan Makassar dengan penduduk asli Australia masih diingat hingga kini, melalui sejarah lisan, lagu-lagu, tarian dan lukisan-lukisan batu, dan juga melalui perubahan warisan budaya yang diakibatkan oleh hubungan ini.

Tampak perahu Phinisi asal Sulawesi yang khas pada lukisan Aborigin (aboriginal art) suku Aborigin Marege pada dinding sebuah goa sekitar tahun 1400-1700-an.
Tampak perahu Phinisi (gambar kiri) asal Sulawesi dengan layarnya yang khas pada lukisan Aborigin (aboriginal art) suku Aborigin Marege di dinding sebuah goa sekitar tahun 1400-1700-an.

Makassar menukar barang-barang seperti pakaian, tembakau, pisau, nasi, dan alkohol demi hak untuk menangkap ikan di perairan Aborigin. Mereka juga mempekerjakan penduduk asli.

Beberapa komunitas Yolngu di Arnhem Land mengubah ekonomi mereka dari berbasis darat menjadi berbasis laut, karena masuknya teknologi Makassar seperti kano.

Kapal-kapal yang mampu berlayar itu, tidak seperti kano tradisional, memungkinkan penangkapan dugong dan penyu di laut.

Beberapa pekerja Aborigin menemani orang Makassar kembali ke Sulawesi Selatan. Pijin Makassar menjadi lingua franca di pantai utara dan ini berlangsung tidak hanya antara Makassar dengan penduduk Aborigin, tetapi juga antara suku-suku Aborigin yang berbeda. Selain itu, kemungkinan Makassar telah membawa agama Islam ke Australia.

Para pelaut Makassar (Macassans) sedang bertransaksi dengan Suku Marege di pantai utara Australia yang sekarang dikenal sebagai daerah Victoria.
Lukisan yang memperlihatkan suasana tempo dulu ketika para pelaut Makassar (Macassans) sedang bertransaksi dengan Suku Marege di pantai utara Australia yang sekarang dikenal sebagai daerah Victoria.

Kental Budaya Nusantara

Beberapa lafal dari orang Marege hingga hari ini juga masih dapat dibuktikan, misalnya menyebut “rupiah” sebagai kata ganti “uang”, padahal mata uang mereka pada masa kini adalah Dollar Australia. Orang Merege juga menyebut “dinar” untuk koin emas Australia.

Bahkan dahulu sempat ditemukan koin “Gobog Wayang” di desa Marege di kota Darwin, Australia Utara. Padahal koin Gobog merupakan koin resmi Majapahit.

Koin Gobog Wayang
Koin Gobog Wayang

Hal ini menunjukkan adanya jejak prajurit Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 yang dikirim ke Marege, Australia Utara.

Di Tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim.

Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makassar dalam karya seni kuno mereka.

Uniknya, ternyata kapal bercadik era Majapahit pun terpahat dalam seni ukir dan seni lukis mereka yang sudah turun-temurun dan berusia ratusan tahun.

Ketika orang Inggris masuk ke benua Australia utara dan menjajah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi ke negeri Kanguru ini.

Salah satu akibatnya, karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya ‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’.

Seorang suku Marege dan gambar phinisi pada kulit kayu.
Seorang suku Marege dan gambar lapal Phinisi asal Sulawesi pada kulit kayu.

Perdagangan teripang berakhir

Perdagangan teripang mulai merosot pada akhir abad ke-19 karena penetapan bea cukai oleh pemerintah Australia. Setelah penerapan undang-undang untuk melindungi “integritas wilayah” Australia, perahu Makassar terakhir meninggalkan Arnhem Land tahun 1906. Permintaan teripang juga menurun karena kekacauan di Cina pada masa itu.

Teripang yang sudah dikeringkan. Inilah yang awalnya dicari oleh orang Makassar ke pantai utara Australia sebagai komoditi perdagangan.
Tampak teripang-teripang yang sudah dikeringkan. Inilah yang awalnya dicari oleh orang Makassar ke pantai utara Australia sebagai komoditi perdagangan.

Ini adalah bukti sejarah bahwa sejak dahulu kala, bangsa dan kerajaan-kerajaan Nusantara tak mau menjajah bangsa atau suku Aborigin di benua Australia. Jadi bukanlah James Cook yang mengaku sebagai penjelajah sekaligus “penemu” benua Australia. (baca: Penjelajah Pertama Benua Australia Bukan James Cook).

Jadi pada masa lalu, mereka hanya saling menjalin kerjasama perdagangan dan budaya, saling mengunjungi bahkan menikah diantara mereka. Di Makassar juga terdapat paling tidak 10 makam suku Aborigin Marage.

Selain itu ada pula bukti lainnya, yaitu pernah ditemukannya sebuah meriam kuno di pesisir pantai Australia. (baca: Ditemukan: Meriam Asal Indonesia Mengubah Catatan Sejarah Australia).

Maka dengan adanya bukti-bukti ini, nyata telah ada hubungan antara penduduk Nusantara dan Australia jauh pada masa lampau sebelum bangsa Eropa menjelajah kawasan ini.

Kemudian orang-orang imperialis Eropa akhirnya datang, dan sudah memiliki keinginan untuk tinggal, membangun rumah serta memakai tanah produksi yang dimiliki orang Aborigin, menjajah tanah suku Aborigin hingga kini, dan mungkin untuk selamanya.

https://indocropcircles.wordpress.com/2016/06/17/diaspora-indonesia-di-masa-lalu-australia-bagian-dari-nusantara/

meriam panggul kerajaan Nuhsantara yg ditemukan di pesisir australia

Exit mobile version