Atlantis Indonesia

Penemuan di Sulawesi

Penemuan di Sulawesi : Hunian Manusia Paling Awal Pada 60.000 Tahun yang Lalu dan Beberapa Lukisan Gua Tertua di Dunia.

Penelitian baru di Pulau Sulawesi Indonesia menunjukkan kemungkinan adanya spesies purba hominin yang berusia lebih dari 100.000 tahun – setidaknya 60.000 tahun lebih awal pulau ini diperkirakan didiami oleh manusia modern. Siapa orang-orang kuno ini atau seperti apa rupa karena tidak ada fosilnya yang ditemukan.

Lebih dari 10 tahun yang lalu, berita tentang penemuan fosil spesies manusia purba kuno, Homo floresiensis, yang tinggal di pulau dekat Flores menggelitik imajinasi dan kegembiraan orang di seluruh dunia. Orang membandingkan spesies tersebut, yang tingginya sekitar 1 meter (3 kaki) dan hidup 18.000 hingga 95.000 tahun yang lalu, seperti Hobbit yang dibayangkan oleh J.R.R. Tolkien pada Film “Lord of the Rings”.

Penulis makalah baru di jurnal Nature mengatakan bahwa mereka memperkirakan bahwa fosil manusia pra-modern suatu saat ditemukan di Sulawesi. Peneliti utama, Gerrit van den Bergh, mengatakan kepada National Geographic bahwa perkakas purba yang diteliti timnya, di antaranya ditempa menjadi sebuah bentuk, mungkin telah dibuat oleh Homo erectus atau bahkan Homo floresiensis. Manusia Homo erectus berada di pulau terdekat sekitar 1,5 juta tahun yang lalu.

Dr. van den Bergh dari Pusat Ilmu Arkeologi Universitas Wollongong Australia, adalah anggota tim peneliti yang sama yang menemukan fosil Homo floresiensis di Flores. Penggalian terakhir dilakukan di sebuah situs bernama Talepu di sebelah barat daya Sulawesi, lokasi ditemukannya peralatan batu dan gigi binatang.

“Sulawesi, seperti juga Flores, dapat menjadi laboratorium alami bagi evolusi manusia dalam kondisi terisolasi,” kata Dr van den Bergh kepada kantor berita Universitas Wollongong, Australia.

Tim peneliti menggunakan teknik Luminesensi yang inovatif untuk menentukan umur perkakas batu. Tim menemukan alat berlapis sekitar 12 meter di dalam gigi binatang yang punah dan masih ada, sebuah siaran pers di University of Wollongong. Para periset menentukan alat tersebut bisa berusia 780.000 tahun namun lebih mungkin antara 118.000 dan 194.000 tahun.

~Luminesensi merupakan fenomena fisika berupa pancaran cahaya dari suatu bahan yang dipanaskan, yang sebelumnya menyerap radiasi pengion. Ada kalanya proses luminesensi baru terjadi jika suatu bahan mendapatkan pemanasan dari luar. Peristiwa luminesensi dengan bantuan panas dari luar ini disebut thermoluminesensi. Pancaran cahaya Thermoluminesensi (TL) dapat terjadi pada benda padat dengan struktur kristal baik berupa bahan isolator maupun semikonduktor. Saat ini fenomena TL banyak diterapkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain untuk penanggalan temuan-temuan arkheologi berupa barang-barang tembikar.

Bahan yang mampu memperlihatkan fenomena TL mencapai lebih dari 2.000 jenis mineral alam, mulai dari bahan kristal dan gelas anorganik, barang tembikar dan batu api yang digunakan untuk penanggalan arkheologi, sampai dengan bahan-bahan organik yang berpendar pada temperatur rendah. Pancaran TL dari berbagai jenis mineral telah diketahui dan dipelajari sejak lebih dari 200 tahun silam. Namun baru pada tahun 1905 manusia mengetahui bahwa pancaran TL tadi disebabkan oleh radiasi dari sumber-sumber alamiah. Sebagian besar studi fenomena TL hingga tahun 1966 dikaitkan dengan pemanfaatannya untuk penanggalan geologi dan arkheologi. Beberapa laboratorium tertarik pada fenomena ini, sehingga pada awal tahun 1960-an muncul beberapa publikasi ilmiah tentang penanggalan TL terhadap beberapa temuan benda arkheologi.~

Pada tahun 2012, dua rekan Dr. van den Bergh, Bo Li dan Richard “Bert” Roberts, mengambil sampel deposit tanah Talepu dan ditanggali pada hubungan lapisan bumi dengan artifak menggunakan teknik penanggalan luminesensi baru pada feldspars.

~feldspars adalah Mineral pembentuk batuan yang melimpah biasanya terbentuk mirip kristal berwarna pucat yang terdiri dari aluminosilikat kalium, natrium, dan kalsium.~

Siaran persnya menyatakan :

“Hasil penanggalan diperoleh dengan menggunakan metode Dr. Li telah memberikan terobosan besar, yang menunjukkan bahwa perkakas- perkakas batu itu terkubur dalam sedimen (endapan) tersimpan lebih dari 100.000 tahun yang lalu. Usia Luminesensi ini didukung oleh fosil gigi yang ada di tempat yang lebih dalam di tempat tersebut dengan menggunakan teknik penanggalan lain, berdasarkan peluruhan uranium alami yang diserap oleh gigi setelah pelaksanaan penguburan.

Spesies manusia yang membuat perkakas- perkakas batu ini tetap teka-teki, karena tidak ada fosil manusia yang ditemukan di Talepu. Tapi usia tuanya menunjukkan bahwa pembuat perkakas itu adalah keturunan manusia purba atau – lebih kontroversial lagi – beberapa manusia modern paling awal yang mencapai Asia Tenggara dan mungkin juga nenek moyang manusia pertama yang tiba di Australia. ”

Ringkasan makalah peneliti di Nature mengatakan bahwa adanya spesies hominin (manusia purba) yang tidak diketahui asal Flores sekitar 1 juta tahun yang lalu. Menjelang masa 50.000 tahun yang lalu ada manusia modern yang hidup di pulau Sahul, terletak di sebelah selatan Sulawesi, lebih dekat menuju Australia.

“Temuan kami menunjukkan bahwa Sulawesi, seperti juga Flores, adalah tempat bagi penyebaran populasi hominin kuno yang sudah mapan, asal-usul leluhur dan status taksonominya tetap sulit dipahami,” seperti yang dinyatakan dalam ringkasannya.

Para peneliti mengatakan bahwa mungkin saja Sulawesi adalah batu loncatan bagi orang-orang untuk tiba ke Australia.

Dalam berita terbaru lainnya dari Sulawesi, ahli arkeologi dan ahli geokimia Maxime Aubert menggunakan teknik penanggalan yang telah dia kembangkan untuk menilai seberapa tua sebuah lukisan gua babirusa, seekor babi hutan, yang ditemukan dan diperkirakan berusia minimal 35.400 tahun.

“Mungkin membuatnya menjadi contoh seni figuratif tertua di dunia mana pun yaitu gambar pertama di dunia,” kata sebuah artikel penemuan ini di Smithsonian.com. Di antara lusinan lebih lukisan gua yang telah ditanggali di Sulawesi yang kini menyaingi seni gua paling tua di Spanyol dan Prancis – yang telah lama diyakini sebagai lukisan tertua di bumi. Temuan ini menjadi berita utama di seluruh dunia saat Aubert dan rekan-rekannya mengumumkannya pada akhir Tahun 2014, dan dampaknya revolusioner. ”

Aubert juga telah menemukan banyak stensil tangan yang dibuat orang-orang prasejarah dengan meniupkan cat di atas tangan mereka. Orang-orang di Sulawesi masih membuat jejak tangan di tiang utama sebuah rumah baru sebagai simbol kekuatan dan untuk melindungi diri dari roh jahat, Smithsonian menjelaskan. Aubert berspekulasi mungkin orang-orang kuno juga berpikir sama.

~ Stensil adalah teknik seni yang menggunakan cetakan sebagai alat utamanya. Seni stensil termasuk salah satu cabang dari seni rupa. Pada awal perkembangannya teknik stensil digunakan untuk keperluan sablon, tanda instansi ataupun plat kendaraan. Penggunaan teknik stensil biasa memakai peralatan seperti pola kertas dan cat semprot. Karena prosesnya yang menggunakan pola tetap, gambar stensil sering ditampilkan berulang-ulang, contohnya pada media tembok.~

Video: https://youtu.be/ZVEqkVDn6Y4

Oleh: Mark Miller.

Sumber :

http://www.ancient-origins.net/news-history-archaeology/sulawesi-discoveries-earliest-human-occupation-pushed-back-60000-years-and-020701

Exit mobile version