Atlantis Indonesia

MENYADARI EKSITENSI RUH (Part. 1-5) …

MENYADARI EKSITENSI RUH (Part. 1-5)

Manusia adalah makhluk sempurna, mempunyai akal merupakan kelebihan yang lebih dari luar biasa yang tidak dimiliki ciptaan-Nya yang lain. Untuk membuat sesuatu yang sempurna, tak lengkap pula manusia diberi pilihan atas tindakan-tindakan dalam hidupnya. Tidak seperti ikan yang hanya bisa hidup di air, tidak seperti kucing yang hanya bisa memakan daging, dan tidak seperti nyamuk yang hanya bisa menghisap darah. Agar supaya kita tidak menjadi jenis manusia yang melampaui batas seperti yang selalu tertulis di kitab suci, menyadari eksitensi ruh adalah penting sekali.. Karena dengan kemampuan kita yang dapat bersaksi bahwa kita semua adalah ciptaan-Nya akan membawa kita kepada kesadaran yang lebih tinggi.

Tahukah bahwa ada sebuah kekuatan yang menggerakkan kita di bumi Allah ini? Sebuah kekuatan yang sangat mempengaruhi kemana anda akan berjalan pergi, sikap dan takdir. Allah SWT tidak semata-mata memberi kita jodoh, takdir baik dan takdir buruk hanya sekedar mengucap “kun fayakun”. Tidak ada satupun hal di dunia ini yang tidak terjelaskan. Seluruh konsekuensi hidup yang kita emban di atas bumi ini adalah hasil dari perbuatan kita sendiri. Untuk menyadari kekuatan tersebut, mari kita bahas secara mendalam.

1. Hukum Alam Adalah Hukum Karma

Seperti yang telah ditulis diatas, seluruh konsekuensi hidup yang kita emban diatas bumi ini adalah hasil dari perbuatan kita sendiri. Mungkin anda pernah mendengar kata “karma akan menjemputmu”. Pada dasarnya hukum karma itu berlaku bagi seluruh alam semesta karena karma adalah output dari hukum alam itu sendiri. Alam mempunyai algoritma yang memproses segala perbuatan khalifah fill ard nya yang dimana masing-masing manusia akan menerima balasan atas perbuatannya. Contoh sederhana, pernahkah anda melihat orang lain yang sangat berlebihan dalam hidupnya? Sehingga membuat kita berpikir buruk bahkan dari prasangka buruk kita yang tanpa melakukan klarifikasi dahulu tersebut bisa menciptakan kedengkian dan akan diulang terus ketika melihat orang lain yang berbeda lagi. Ketahuilah teman-teman bahwa sebenarnya anda sedang menciptakan karma negatif yang dimana kelak perbuatan anda ini harus disucikan lagi dengan anda membayar karma nya. Membayar disini bukan dengan uang, tapi dengan menerima konsekuensi yang anda buat dari perbuatan anda dimasa lampau, dan itu sangat logis.

Ada dua jenis manusia, ada manusia pancaindera dan manusia sarwaindera. Perbedaan nya hanya sedikit tapi sangat berpengaruh. Menurut manusia pancaindera, kehidupan di dunia tidak menganggap bahwa hewan dan tumbuhan di sekitar dapat mempengaruhi seluruh tindakan, melainkan memandang hewan dan tumbuhan hanya sebagai penyedia dan pemuas kebutuhan manusia. Dengan kata lain manusia pancaindera tidak mampu menyadari bahwa makhluk lain yang hidup selain manusia saling berkaitan dengan kehidupan manusia. Dalam arti kasar nya, binatang ya kehidupan binatang, tumbuhan ya kehidupan tumbuhan. Dimata manusia pancaindera hanya melihat secara fisik, sehingga kehidupan alam lain selain jenis nya adalah masing-masing. Tapi menurut manusia sarwaindera yang melihat bukan hanya secara fisik saja , tapi lebih dalam dari arti sebenarnya fungsi masing-masing pemberian kekuatan fisik ini bahwa kehidupan manusia, tumbuhan, dan hewan saling berkaitan satu sama lain.

Kembali ketika anda memunculkan rasa benci dan dengki di dalam hati anda, ternyata anda telah menciptakan karma negatif. Bagaimana cara alam memproses balasan yang akan anda terima tersebut? Alam itu mendengar segala ucapan manusia, merekam segala perbuatan manusia, segala ucapan dan tindakan anda tersimpan layaknya melayang-layang di alam semesta ini. Bagi manusia pancaidera yang hanya bisa memandang kehidupan secara fisik pasti tidak mampu menerima bahwa alam mempunyai algoritma untuk membalas doa dan perbuatan anda. Karena yang terlihat oleh pancaindera, kehidupan jenis lain selain kita adalah masing-masing. Allah Maha melihat lagi Maha mendengar itu betul sekali! Bagaimana tidak betul? Disetiap makhluk hidup sekecil apapun di dunia ini mempunyai zat-Nya. Bagian dari Tuhan itu sendiri yang manusia makhluk sempurna pun tidak akan pernah bisa membuatnya, itulah ruh. Sesuatu yang menggerakkan jantung kita sehingga jantung kita berfungsi sesuai fungsinya, tidak pernah tertukar! Jika definisi hidup adalah ketika jantung masih berdetak, maka pertanyaannya adalah…. Apa yang menggerakkan jantung itu supaya berdetak? Menyadari eksitensi ruh adalah penting untuk manusia, apalagi bagi umat muslim yang telah mengikrarkan kalimat syahadat “Aku BERSAKSI tiada Tuhan selain Allah”. Bagaimana anda bisa beriman jika anda belum bersaksi? Apakah ajaran anda menyuruh anda percaya saja? Anda harus bersaksi karena itulah perintah-Nya. Perbedaan bersaksi dan percaya itu sangatlah jauh. Bersaksi berarti merasakan langsung dengan pancaindera sendiri, bukan percaya yang “katanya”. Penulis telah menulis berapa kali artikel tentang bagaimana cara bisa bersaksi ini karena saking pentingnya sebagai sesama manusia sudah menjadi tugas dan tanggung jawab untuk saling memberi dan menolong satu sama lain… Tidak lain itu karena kehidupan kita saling berkaitan. Kepada orang yang tidak pernah kita jumpai sekalipun, sebenarnya bisa terkoneksi dimanapun dan kapanpun tanpa harus bertatap secara fisik. Misalkan anda pernah berdoa ingin didekatkan bersama orang-orang yang beriman, maka mulai dari saat itu juga, tanpa sadar alam telah mengantarkanmu menuju doamu. Makanya ada istilah “perkataan adalah doa” dan itu memang benar. Tapi bukan berarti anda jadi diam saja tanpa berkata-kata, bahkan walau anda diam saja sekalipun, pasti ada konsekuensinya.

Sesempurna nya manusia, tetapi mempunyai kelemahan karena sama-sama diciptakan. Menyadari kita sama-sama ciptaan-Nya akan membuat kita dijauhkan dari sifat yang merugikan.

Semua sistem kehidupan ini sangat adil, anda membenci, iri, membunuh, merampas, menipu dll akan ada penyucian untuk ruh anda di masa yang akan datang. Cepat atau lambat, karma yang sama akan mendatangi anda pula. Pernahkah anda sadar bahwa mau apapun perbuatan anda selama masih hidup ini, baik yang buruk atau yang terpuji dan apapun hasil dari perbuatan anda mau yang buruk atau baik itu merupakan kasih Tuhan yang diberikan kepada seluruh umatnya? Bagaimana nasib buruk yang menimpa kita itu bisa dibilang merupakan rasa sayang dari Allah SWT? Justru dengan diberinya anda nasib terburuk sekalipun ibarat anda sedang dalam proses penyucian ruh anda kembali atas pemilihan jalan hidup anda di masa lampau yang jika anda sadar ini ujian dari Tuhanmu, atas izin-Nya kamu akan seperti terlahir kembali, penuh kesadaran dan menjalani perubahan hidup dengan penuh ketakziman. Berbeda dengan kehidupan anda dimasa lampau. Lalu, bagaimana jika kita melihat seseorang yang bernasib paling buruk sejak lahir yang notabene bukan atas akibat dari perbuatannya di masa lampau? Itulah mengapa pentingnya menyadari eksitensi ruh untuk mencapai kebersaksian kita bahwa memang benarlah kita ada maksud dan tujuan diciptakan. Bukankah aneh menafsirkan hidup adalah bagaimana membuat diri senyaman mungkin, bagaimana membuat diri sekaya mungkin, dan bagaimana membuat diri sebahagia mungkin? Terlahir hidup ke dunia jelas ada tujuan nya, jangan aneh isi dari hidup ini adalah ujian-ujian semua, justru itulah tujuan penciptaan.

Ada yang mengatakan “hidup di dunia hanya fatamorgana” itu memang betul sekali! Tapi hidup yang seperti apa dulu? Jika hidup anda seperti tiada hari tanpa bersenang-senang, lupa akan tugas kenapa diciptakan, tentu saja itu disebut kehidupan fatamorgana. Anda melihat apa yang terlihat seperti kebahagiaan di depan kemudian anda raih ternyata apa yang terlihat enak tersebut membawa anda kepada kehancuran, maka “hidup di dunia hanya fatamorgana” benar apa adanya. Itu arti hidup jika kita melihat dari sisi secara fisik/ yang terlihat saja. Arti hidup yang sebenarnya itu sangatlah indah. Kita percaya kata “Kehidupan yang sebenarnya itu di surga” Itu juga betul sekali. Hidup yang dimana apa saja tersedia, tanpa ada kesedihan, dan beban. Tapi tahukah anda, sebenarnya hidup seperti di surga bisa saja terjadi di atas bumi. Jika kita semua hidup saling damai mendamaikan, masing-masing sadar akan eksitensi ruhnya, dan menjalani syariat sebagaimana mestinya, tidak menutup kemungkinan hidup yang di dambakan sejuta umat ini akan terkabul diatas bumi. Tidak ada ganjaran buruk atas akibat perbuatan anda yang baik, jika anda telah mengalami hidup damai dan tentram di atas bumi, maka di kehidupan yang akan datang anda mendapatkan sisa yang belum lengkap dari ganjaran yang baik itu. Tapi jika anda mengalami ujian dan penderitaan terus selama hidup di bumi, maka kebahagiaan anda akan dilengkapi 100% di kehidupan mendatang. Inilah sistem kehidupan… Luar biasa, bukan? Karena Allah Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Tapi sekali lagi, itu semua akan terjadi jika dan hanya jika anda bersabar melewati ujian-Nya dengan penuh kesadaran. Jika anda membuat pemikiran negatif, itu sebenarnya menambah ujian anda sendiri. Jika anda mendapat ujian dari-Nya haruslah kita sikapi dengan penuh keikhlasan tanpa prasangka apapun, satu persatu bagian ruh anda telah di bersihkan dari segala sifat setan barulah anda berhak mendapatkan karma yang setimpal setelah lulus ujian dari-Nya. Hukum sebab-akibat memang nyata! Justru ujian dari-Nya harus di sikapi dengan rasa syukur dan ketabahan, artinya… Tuhan menyayangi anda, dan itu memang betul apa adanya. Allah tidak memiliki rasa, maksudnya.. untuk apalah rasa itu jika Dia Yang Maha Menciptakan segalanya, bahkan membenci umat-Nya pun tidak, justru Allah memberi nikmat terus-terusan. Ujian hanya sebagai transportasi manusia menuju kesadaran Illahi. Justru kita sangat bersyukur dan berterimakasih telah diberi ujian. Sangat rugi manusia yang tidak pernah diberi ujian. Setiap nasib apapun yang dialamatkan untuk kita, patutlah kita tetap bersyukur, karena setidaknya, hidup anda di dunia belum di putus, sehingga masih ada kesempatan untuk anda menyadari apa tujuan anda di ciptakan. Dan dengan begitu, menyadari hukum sebab-akibat ini akan mengantarkan kita semua untuk sadar akan eksitensi kekuatan ruh yang ditiupkan kepada masing-masing dari kita, agar supaya kita memanfaatkan kekuatan itu untuk tujuan penciptaannya manusia.

Lewati ujian-Nya dengan penuh rasa syukur dan ikhlas, karena Tuhan lebih tau yang terbaik untuk hidup. sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa ternyata kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia ini saling terkoneksi satu sama lain. Kesaling berkaitan itu menyebabkan hukum sebab-akibat terjadi, yang dimana jika kita memulai sesuatu, pasti akan ada akhirnya, akhir yang sesuai dengan tindakan yang diberikan manusia kepada alam, apakah buruk atau baik, semuanya menjadi bumerang untuk diri sendiri (karma), tapi sesungguhnya mau apapun nasibnya, tidak ada satu kekecewaan pun yang harus kita ratapi kepada Tuhan semesta alam, karena mau baik atau buruknya nasib, itu merupakan rencana terbaik bagi setiap individu ciptaan-Nya.

Ketika manusia sudah menyadari hingga kesadaran ditingkat itu, maka ia akan berhati-hati dalam memberi perlakuan terhadap sesama maupun terhadap alam. Dia akan waspada dan mawas diri, karena sudah paham benar bagaimana ucapan dan tindakannya mempengaruhi nasibnya sendiri. Tapi sering diantara kita yang sudah mencapai kesadaran tersebut, masih belum mengerti apa itu waspada dan mawas diri. Karena tidak tahu, kita mengekspresikan kewaspadaan dengan tidak peduli hingga membenci.

Banyak yang mengartikan suatu ungkapan dengan mentah-mentah. Sebuah contoh sederhana, apa benar anda mengerti arti puasa? Apakah puasa hanya menahan tidak makan dan tidak minum hingga matahari tenggelam saja? Lalu, bagaimana orang-orang yang berada di Norwegia berpuasa yang siang nya lebih lama dari tempat anda hidup sehari-hari? Bagaimana mereka makan dan minum jika matahari yang tenggelam hanya hitungan menit langsung naik lagi? Pertanyaan yang sebenarnya adalah apa arti puasa itu sendiri.

Karena kita tidak tahu arti sebenarnya puasa itu mengendalikan diri, sehingga banyak dari kita yang berpuasa tapi tidak mengendalikan diri. Contoh ketika hendak berbuka, segala macam makanan harus ada, harus lengkap. Ketika kucing lewat minta makanan anda yang berlebih, anda tidak peduli sama sekali. Apakah anda menyiram tanaman anda ketika berpuasa? atau anda terlalu lelah melakukan itu karena anda berpuasa? Apakah menyingkirkan paku untuk keselamatan orang lain di jalan terlalu lelah pula dilakukan jika sedang berpuasa? Apakah menolong orang lain saat berpuasa merupakan tindakan buang-buang energi? Percayalah, gaya hidup yang sering sekali menumpuk harta berlebih itu hanya dalam kehidupan manusia saja. Lihat hewan melata di sekitar kita, mereka tidak tahu hari ini hendak makan apa, begitu ada buruan, langsung ditangkap dan dimakan. Sesuai dengan kebutuhannya saat ini. Masalah nanti malam dan esok hari? mereka tidak tahu, tidak pula berencana untuk menumpuk makanan. Mereka hanya menjalani hidup sesuai dengan sistem rantai makanan. Karena berjalan sesuai nasibnya, apakah ada beban dalam hidup mereka? Tidak! Mereka bahagia, karena mereka berserah diri kepada Sang Maha Pencipta. Makan, punya anak, mati, mereka tidak merencanakan itu semua melainkan menerima nasib yang diberi oleh Yang Maha Kuasa. Apakah kita makhluk yang berakal sulit untuk mengendalikan diri seperti mereka? Seharusnya kita jauh lebih terpuji dari makhluk lain.

Kembali kepada puasa, seluruh umat manusia di perintahkan berpuasa yang artinya adalah mengendalikan agar tidak menjadi manusia yang melampaui batas. Sebenarnya, perintah mengendalikan diri itu bukan hanya padasaat dibulan Ramadhan saja, tapi setiap hari. Hanya saja, di bulan Ramadhan ada alasan sendiri yang berbeda dengan bulan lainnya (baca artikel : Mengapa di Bulan Ramadhan di Wajibkan Berpuasa). Perintah untuk mengendalikan diri itu sendiri merupakan pengejawantahan termudah untuk mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi (spiritual).

Manusia pancaindera kebanyakan sering sekali mengartikan puasa secara mentah-mentah. Yakni, tidak makan, tidak minum, banyak beribadah tanpa meneliti alasan logis nya mengapa harus melakukan itu semua. Padahal, dengan mengetahui hal tersebut tidaklah rugi, justru dapat membantu kita semua menuju kebersaksian yang meyakinkan. Karena banyak perintah dan ungkapan yang diterjemahkan mentah-mentah oleh manusia, sehingga esensi sebenarnya menjadi semakin tidak terwujud. Makanya, tidak heran banyak yang mengaku puasa tapi masih berlebihan dalam hidupnya. Belum puas juga dengan keadaan hidupnya yang sekarang, banyak orang menjalani ibadah puasa dengan tujuan agar segera mendapatkan jodoh, dimudahkan rezeki, masuk surga, bahkan berpuasa agar mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat yang dengan kata lain, anda tidak terima jika menerima nasib buruk. Padahal, esensi sebenarnya berpuasa itu hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT, bukan untuk tujuan lain. Ternyata, banyak arti sebenarnya puasa yang tidak terwujud ya. Ini baru satu contoh sederhana saja.

Ujian dari Allah tidak berhenti sampai anda sadar saja bahwa tindakan anda mempengaruhi nasib yang kemudian membuat anda jadi berlebihan menjalani syariat tanpa menerjemahkannya lebih dalam (menerjemahkannya masih mentah-mentah). Sebetulnya, hal ini sangat wajar, kita cenderung ingin selalu berada dalam pemikiran bahwa tindakan kita sesuai dengan jalan yang lurus, tapi karena keterbatasan dalam berpikir yang disebabkan kurangnya ilmu dan pengalaman, wajar sekali untuk berada di jalan yang lurus, kita mengikuti arus yang banyak dilakukan oleh mayoritas karena saking tidak tahunya. Makanya penting sekali bagi umat manusia untuk menyadari eksitensi ruhnya untuk solusi memudahkan hidup anda.

Hasil dari terus-terusan mengartikan secara mentah-mentah tanpa berpikir adalah lama-kelamaan secara tidak sadar akan menjadi ajaran dan doktrin baru. Maka dari itu, wajar kalau banyak sekali oknum radikal dan teroris yang mengaku Islam menerjemahkan ayat Al-Qur’an secara mentah-mentah (maksudnya, jika Al-Qur’an mengatakan bunuh, ya bunuh) padahal tidak seperti itu.

Tulisan ini tidak ada sama sekali penghakiman kepada pihak manapun, melainkan yang kita bicarakan adalah sebuah pemakluman dan pemakluman. Dengan mencoba mengerti kenapa banyak orang yang sadar akan hukum sebab-akibat tapi tidak seluruhnya paham apa arti hidup mawas diri tersebut, kita menjadi yakin bahwa terhadap sesama manusia itu seharusnya saling memaklumi. Ini merupakan sifat manusia beriman. Bahaya memupuk ketidaktahuan dan kebutaan berpikir menerjemahkan segala sesuatu akan membuat anda cenderung kembali lagi turun ketingkat kesadaran yang lebih rendah. Dalam hal ini, sifat yang paling mempengaruhi anda agar turun lagi adalah sifat sombong, tidak menghargai hidup orang lain atau tidak bertakzim.

Ketakziman Adalah Sifat Manusia Beriman

Dalam menuju kesadaran kekuatan ruh anda, setelah memahami benar hukum alam semesta adalah hukum sebab-akibat, untuk menerapkan pemahaman tersebut tentu tidak mudah jika anda masih bersikap sombong, dan tidak mempedulikan hidup orang lain. Anda mungkin banyak melakukan ibadah, anda sering mengucap doa, salawat, zikir, dan lain sebagainya. Tapi anda tidak begitu peduli nasib orang lain yang sangat membutuhkan anda atau bahkan anda tidak peduli dengan alam sekitar yang sudah jelas anda mampu membantu agar menjadi lebih baik, seperti contoh melihat kucing minta makan diatas. Anda begitu sibuk dengan ritual sendiri sebab menerjemahkan syariat secara mentah-mentah. Anda selalu merasa benar sendiri, seolah-olah tiada kelakuan orang lain yang lebih benar dari anda hanya karena anda telah menghapal ayat Al-Qur’an. Tiada ucapan orang lain yang anda terima hanya karena ucapan mereka adalah sesuai kenyataan. Dan tidak terima nasihat dari seseorang yang tidak ahli dalam bidangnya. Alhasil, sifat-sifat ini menciptakan pemahaman yang sangat tidak menjunjung tinggi toleransi. Kalau semua manusia terus-terusan memupuk sifat sombong yang merasa apa yang dilakukannya lebih benar dari orang lain, maka, tak heran banyak manusia yang mengejar kekuatan eksternal supaya ia selalu dalam pemikiran bahwa “saya ada di lingkaran yang benar”. Dalam tulisan diatas mungkin anda sudah mulai bertanya-tanya, bagaimana caranya supaya kita semua dapat mengendalikan diri, menghargai hidup orang lain, dan bagaimana caranya bersih dari godaan keras untuk berbuat hal buruk.

Bertakzim mempunyai arti lebih dalam dari menghargai orang lain dan bukan hanya sekadar sampai disitu. Bertakzim berarti merendahkan diri serendah-rendahnya dihadapan Tuhan, dan menyadari bahwa manusia sama-sama ciptaan-Nya yang diciptakan dengan tujuan yang sama dengan anda. Bertakzim juga menyadari bahwa sebagai sesama ciptaan-Nya yang mempunyai tujuan yang sama, akan membantu sesama dalam mencapai tujuan diciptakan, bukannya saling menghambat agar menjadi pemenang. Terkadang kita salah mengartikan kata “berlomba-lomba lah dalam kebaikan”. Perintah itu adalah benar. Padahal yang dimaksudkannya adalah supaya manusia menjunjung tinggi kebaikan dalam keadaan apapun, tapi karena menerjemahkannnya mentah-mentah sehingga “berlomba-lomba dalam kebaikan” jadi berarti sesama manusia saling berkompetisi. Alhasil, masing-masing tidak ada ketakziman, saling menganggap diri benar dan orang lain salah. Bukan hanya itu, diri yang tiada bertakzim akan mudah tergoda melakukan hal buruk. Banyak kasus dalam hidup ini yang bermula dari ketiadaannya takzim dalam diri. Diri yang tidak mengerti takzim akan mencari kekuatan eksternal untuk selalu mendukung praduganya bahwa dirinya berada dalam lingkaran yang benar. Kekuatan eksternal itu seperti harta, gelar dan jabatan. Makanya polisi lebih tinggi derajatnya dari satpam, dokter lebih tinggi derajatnya dari pedagang, karyawan konvensional lebih tinggi derajatnya dari asisten rumah tangga, jabatan direktur lebih tinggi derajatnya dari pemulung. Sekiranya, hal-hal inilah yang terlihat oleh pancaindera, padahal, dilihat dari perubahan yang dihasilkan, pemulung, asisten rumah tangga, pedagang, cleaning service dan lain sebagainya untuk alam lebih berarti dibanding jabatan lainnya yang kurang bermanfaat untuk alam semesta. Pertanyaannya, mengapa orang-orang ingin meninggikan derajat di depan sesama ciptaan-Nya kebanding mengkualitaskan diri dihadapan Sang Maha Pencipta? Kenapa sifat masih tidak ikhlas menerima ujian buruk masih ada ketika anda sudah tahu bahwa hukum alam adalah hukum karma? Mungkin mulai saat ini, kita harus menanamkan ketakziman dalam diri kita, mau apapun jabatan orang-orang disekitar kita, tidak ada prasangka buruk apapun karena semuanya sama dihadapan Tuhan YME.

Ketika manusia sudah berprasangka buruk dan menilai orang lain tidak jauh lebih baik darinya, berarti anda telah berprasangka buruk pula dengan pemberian hidup dari Tuhan (tidak bersyukur). Hal itu ditandai dengan mulainya ada kegelisahan, ketakutan, dan prasangka-prasangka negatif lainnya yang anda buat sendiri.

Secara tidak sadar anda memandang hidup semuanya tentang perlombaan, perlombaan siapa yang lebih memegang kekuasaan paling banyak dialah yang paling benar. Tentu saja anda merasa tidak tenang, tidak bahagia. Tidak sebahagia hewan dan tumbuhan yang begitu tunduk pada Tuhannya. Maka bertakzimlah! sadari bahwa diri ini ciptaan-Nya. Sekali anda memilih hidup bertakzim, sebenarnya anda telah menuju hidup ketingkat spiritual yang lebih tinggi. Karena ujiannya akan lebih banyak dan berat, hanya untuk membuktikan bahwa anda benar-benar bertakzim pada kehidupan ini. Ketika anda bertakzim pada hidup ini, anda tidak lagi melakukan sesuatu berdasarkan nilai untung dan rugi, dan tidak memandang makhluk hidup dari kekuatan eksternalnya. Rasa ingin menilai dan menghakimi semakin tidak kenal dan juga semakin tidak mampu melakukan hal buruk lainnya. Bertakzim kepada orang lain berarti sadar betul bahwa ruh kita maupun ruh orang lain sama-sama sedang menuju sebuah proses agar menjadi sempurna.
Menyadari

pelajari adalah menyadari kita adalah ciptaan-Nya. Kepada sesama ciptaannya, sangat tidak pantas kita saling menilai, karena diatas langit ada langit lagi, kira-kira seperti itulah perumpaan yang sering kita dengar. Siapa yang benar, siapa yang salah, siapa yang tersesat, siapa yang kaya, siapa yang miskin, dan lain sebagainya. Lantas, dengan bagaimana kita menyikapi keberbagai ragaman manusia? Bertakzim merupakan cara manusia yang telah mencapai tingkat kesadaran jauh dari temannya yang lain. Bertakzim memiliki arti yang lebih luas dari hanya sekedar menghargai, tapi juga merendahkan diri dihadapan Sang Maha Pencipta. Jika kemarin membahas tentang menghargai orang lain (bertakzim) setelah kita berdamai dengan diri sendiri (memaafkan kesalahan dimasa lampau dan menjalani hidup penuh kesadaran karena karma itu berlaku), sekarang adalah bagaimana cara bersikap kepada orang lain yang tidak menghargai diri kita.

Kejahatan Adalah Ketiadaan Cahaya

Untuk mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi, karena telah menyadari manusia adalah ciptaan, maka kita tahu, ada zat yang Maha Menciptakan segala sesuatu di dunia ini. Yang Maha Menciptakan dikenal dengan sebutan Tuhan. Tapi anehnya, kebanyakan dari kita percaya dan mengaku memiliki Tuhan, bahkan menjalani segala sesuatu yang dianjurkan untuk menyadari keberadaan Tuhannya (ibadah) tapi perilakunya tidak sesuai dengan prinsip manusia yang telah bersaksi bahwa dirinya adalah ciptaan. Sebagai contoh yang sering terlihat yang katanya mengaku paham betul sifat-sifat Allah Sang Maha Pencipta, tapi hidup seperti tidak dalam kesadaran akan hal tersebut. Mengetahui Allah Maha Melihat, dan Maha Mendengar, tapi sama sekali tidak ada malu untuk berbuat semena-mena kepada makhluk hidup lain. Jangankan kesana, hal yang paling awal sebelum beriman yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah saja masih banyak diantara kita yang meletakkan Tuhan adalah bukan Sang Maha Pencipta, tapi harta, kekuasaan, kepopuleran, nilai diri, bahkan orang tua. Kita bisa rela melakukan hal apapun bahkan yang haram jadi halal hanya untuk mendapatkan kekuasaan, bahkan tak pernah kita merasa ikhlas melakukan sesuatu kecuali dibayar, dan kita cenderung lebih takut karna tidak patuh kata orang tua bukannya patuh tapi malah takut melebihi takutnya kita kepada Allah. Ketika manusia sudah sadar dan berhasil mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi, definisi takut itu tidak ada. Takut itu melainkan patuh tapi patuh tidak sama dengan takut, karena takut adalah perasaan yang tidak ikhlas, tidak terima tapi terpaksa, tapi patuh itu telah termasuk kedalamnya pengetahuan dan alasan sehingga kita ikhlas, termasuk rasa merasa kecil tidak ada apa-apanya inilah yang dimaksud takut yang sebenarnya. Rasa itu hanya pantas dialami kepada sesuatu yang jauh lebih Maha kepada seluruh alam semesta, karena ketika berhadapan kepada Sang Maha Segalanya, apa saja bisa sangat mudah terjadi. Tidak ada hal yang pantas ditakuti kecuali Tuhan melainkan takut yang kita rasakan saat ini kepada hal selain-Nya merupakan ajaran/ doktrin yang ditanamkan sejak kecil. Mau ajaran takut itu sengaja atau tidak disengaja, sikap kita adalah memaklumi yang mengajarkan hal tersebut bukan menyalahkan, karena bagi manusia yang sudah memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari teman-temannya, ia akan menggunakan akal nya untuk berpikir bahwa orang lain juga sama-sama tidak tahu, maka sudah sewajarnya kita memaklumi dan tidak mengulangi ajaran itu kepada anak atau orang lain. Lantas, bagaimana cara kita menyikapi orang lain yang terlihat melakukan keburukan di depan kita?

Pada dasarnya, manusia itu tidak jahat, tapi mereka hanya tidak tahu. Mereka juga sama, bermula dari rasa takut, entah itu takut tidak bisa bahagia, tidak bisa membahagiakan, tidak dapat makan dan minum, dan lain sebagainya. Sehingga mereka bisa berbuat jahat, berbuat licik, memfitnah, melakukan kekerasan dan lain-lain. Tapi karena kita juga tidak tahu, maka kadang kita membalasnya dengan cara yang sama juga, yaitu takut. Tak jarang pula orang-orang membalas perbuatan yang jahat dengan membenci dan menghindar.

Tahukah anda, sebenarnya orang yang berbuat jahat itu ibarat warna hitam? Temuan dasar optik dalam fisika menemukan putih dan hitam bukan warna sebagaimana biru, hijau dan merah. Warna putih dan hitam itu berbeda, melainkan putih merupakan kombinasi antara semua warna spektrum cahaya yang dapat dilihat seperti spektrum cahaya pada warna mejikuhibiniu (Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu), sedangkan hitam adalah ketiadaan spektrum itu. Dengan kata lain, putih merupakan integrasi semua bentuk cahaya yang dapat dilihat, dan hitam adalah ketiadaan cahaya.
Makanya, manusia menyimbolkan warna putih sebagai simbol energi positif. Kita memberi pakaian pahlawan dengan warna putih, apapun yang berhubungan dengan kebaikan selalu di simbolkan dengan warna putih. Kita menyimbolkan keburukan dengan warna hitam. Kita memberi pakaian penjahat dengan warna hitam. Hitam merupakan simbol kerusakan ketika terjadi bencana, kita menyimbolkan dengan warna hitam karena hitam seperti mewakili keputusasaan, kemurkaan, ketiadaan cinta, berkabung dll.
Kita sebut “zaman kegelapan” ketika “cahaya akal” tidak ada.
Kita sebut penderitaan jiwa yang terkoyak sebagai jiwa tanpa cahaya atau “kegelapan dalam ruh”.
kita sebut neraka adalah kegelapan.
Artinya, secara sendirinya kita telah paham bahwa warna hitam adalah sesuatu yang tidak ada cahaya masuk di dalamnya.
Manusia pancaindera melihat perilaku orang lain yang dinilainya buruk hanya sebatas apa yang terlihat dengan pancainderanya saja. Berbeda dengan manusia sarwaindera, mereka melihat dasar optik dalam fisika itu memang bukan hanya sekedar teori, namun memang terealisasikan dalam kehidupan sehingga menuju kesadaran yang lebih tinggi lebih mudah atau dalam bahasa spiritualnya, pintu untuk masuknya cahaya lebih terbuka lebar bagi manusia sarwaindera. Ketika manusia yang lebih sadar dari teman-temannya ini berbaur dengan orang lain, dia telah memiliki prinsip teguh berdasarkan kebersaksiannya. Sehingga tidak ada rasa takut bahkan jika ancaman itu datang, dia akan melayaninya. Manusia tersebut akan hidup dengan jiwa yang utuh sebagaimana diwakili oleh sinar putih. Jiwa yang kehilangan sentuhan dengan ruh nya, yang telah kehilangan sumber cahaya-Nya (ilmu pengetahuan dan kesadaran bahwa diri ini ada yang menciptakan), merupakan manusia yang memiliki kemampuan berbuat jahat, sebagaimana diwakili warna hitam.
Yang kita sebut jahat adalah ketiadaan cahaya, dan ketiadaan cinta. Manusia dengan keterbatasan kesadaran akan lebih tertarik pada kejahatan. Godaan menempuh kejahatan terasa kuat. Semua manusia akan tergoda, tetapi individu yang sadar penuh karena telah bersaksi dengan merasakan dan melihat sendiri alasannya akan terjaga dari godaan kuat berbuat jahat. Ujian dari-Nya adalah sebagai media termudah yang diberikan Allah untuk maju ketingkat kesadaran yang lebih tinggi. Bisa jadi kemungkinan bahwa manusia yang sudah dalam tingkat spiritual yang tinggi itu bisa turun lagi, karena jika tidak, bukan ujian namanya. Manusia yang memiliki ketiadaan cahaya dalam jiwa nya akan lebih memilih marah daripada mengampuni, atau lebih memilih menyalahkan daripada memahami ketika ujian datang. Lantas, bagaimana seharusnya kejahatan itu dipandang?

Kejahatan bukanlah sesuatu yang mengharuskan kita siap memerangi, menghindari, atau melarang. Memahami kejahatan sebagai ketiadaan cahaya yang artinya ketiadaan itu bisa sembuh dengan kehadiran. Bukan dibalas dengan kejahatan lagi (ketiadaan). Mengapa Rasulullah SAW tidak pernah marah dan dendam kepada orang-orang yang semena-mena pada nya? Malah senantiasa memberi kebaikan (menghadirkan cahaya) kepada umatnya yang tersesat mencari cahaya. Manusia yang kesadarannya lebih tinggi memandang kejahatan itu bukan sifat murni/ lazim manusia, tapi kebimbangan karena gelap, tidak mampu menyentuh kekuatan ruh nya karena cahaya nya saja tidak dapat masuk karena sudah dibalas dengan kejahatan lagi oleh orang lain.

Menghadapi kejahatan juga jangan dibalas dengan membenci, dengan membenci, anda tidak menyumbang pada kehadiran cahaya, malah menyumbang semakin gelap. Kebencian kepada kejahatan malah akan meningkatkannya bukan mengurangi kejahatan.

Memahami kejahatan sebagai ketiadaan cahaya tidak mengharuskan anda menjadi pasif, cuek, mengabaikan tindakan kejahatan, pura-pura tidak peduli dll. Karena, jika anda melawan kegelapan tanpa belas kasih sebenarnya anda sendiri sedang memasuki kegelapan juga.

Lalu, dapatkah kejahatan di tahan? dapatkah kejahatan dipenjara? Seorang penjahat dipenjara, dapatkah kejahatannya di penjara? Sebenarnya, hati yang pengasih dapat melawan kejahatan secara lebih efektif daripada tentara. Karena hati yang pengasih dapat membawa cahaya ketempat yang tiada cahaya. Sebetulnya, cahaya itu ada dimana-mana, tidak perlu menunggu orang lain. Hal-hal remeh seperti membuang paku yang tidak sengaja tergeletak dijalan saja adalah tanda bahwa anda sudah memasuki tingkat kesadaran yang lebih mumpuni dari teman-teman anda. Membantu orang lain, bersedekah, bahkan tersenyum pun tanda bahwa anda telah menyumbangkan cahaya kepada orang lain. Tentunya anda sendiri tahu karma positif apa yang akan datang bertubi-tubi kedalam hidup anda jika anda membuat hidup orang lain penuh cahaya juga.

Memahami kejahatan sebagai ketiadaan cahaya menuntut anda memeriksa lagi pilihan-pilihan hidup yang anda ambil apakah bergerak ke arah cahaya atau justru menjauhinya. Hal ini akan membuat anda berpikir, tempat yang paling tempat untuk memulai tugas mengurangi kejahatan adalah di dalam diri anda sendiri. Inilah tanggapan yang tepat terhadap kejahatan.

Artikel kali ini akan membahas tentang satu hal penting selangkah menuju kesadaran dan kepekaan yang lebih tinggi dalam spiritual yaitu, mengenal kedalam diri.

Sejauh yang telah kita ketahui bahwa ada dua tipe manusia, yaitu manusia pancaindera, dan manusia sarwaindera. Keduanya sama, yang membedakan adalah cara pandang mereka berbeda sehingga membuat keduanya tidak sama dalam menangkap sesuatu, manusia pancaindera cenderung membutuhkan referensi yang banyak sebanyak-banyaknya sehingga proses evolusi dirinya lebih lambat agar bisa meyakini sesuatu. Sedangkan manusia sarwaindera dengan cara memandangnya yang berbeda, sehingga membuat mereka jauh lebih cepat berevolusi, berkembang dan maju menjadi manusia yang tingkatan spiritualnya lebih tinggi.

Menyadari Kesalahan Tidak Selalu Berasal Dari Orang Lain

Apapun tipe manusia itu tidaklah penting. Bagi Sang Maha Pencipta, siapa saja dari yang paling dianggap bukan siapa-siapa oleh orang-orang ternyata adalah yang paling mulia perbuatannya. Yang terpenting sekarang adalah… bagaimana caranya agar dapat menyadari keeksistensian diri kita di dunia? bagaimana caranya menuju kepada sesuatu yang membuat kita yakin? bagaimana kita menggapai tingkat kesadaran yang lebih sadar lagi?
Dalam part sebelumnya, kita telah berbicara tentang faktor-faktor eksternal yang bisa mempengaruhi kita menjadi cenderung menjauh dari kesadaran, yaitu :
1. Dengan mengetahui bahwa setiap perbuatan akan ada konsekuensinya yaitu adanya hukum karma telah membuat kita terpaksa harus memerintah otak agar mawas diri. Jika kita tidak mawas diri, inilah salah satu faktor yang sangat berbahaya, anda bisa menjadi manusia yang menyukai hal berlebihan -> jadi ketergantungan, mudah emosi -> jadi sulit mengendalikan. Jika diri sudah seperti ini, akan sangat sulit menjernihkan pikiran kembali. Sehingga bisa memakan waktu yang lama tergantung kesadaran objeknya. Apabila kita telah menyadari adanya hukum karma, kita akan menjadi sedikit memerintah kepada otak kita agar berhati-hati memilah-milih perbuatan yang hendak kita perbuat.

2. Menginginkan kehidupan yang lebih baik berawal dari merubah sifat sendiri. Yang sudah baik lanjutkan, yang terasa buruk tinggalkan. Dengan dimulai dari diri sendiri yang melakukan kebaikan, maka akan ada karma positif yang muncul kepada anda. Entah itu berupa energi, kesehatan, materi atau apapun kebaikan yang datang pada anda. Berdamai dengan diri sendiri, menghargai orang lain (bertakzim), adalah awal yang sangat luar biasa untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi.

3. Memandang kejahatan adalah sesuatu yang tidak salah, juga tidak benar. Memandang kejahatan merupakan sesuatu yang tidak luput akan terjadi dimana saja dan pada siapa saja. Memandang kejahatan bukanlah sesuatu yang harus dihindari apalagi dibenci. Memandang kejahatan adalah hal yang wajar tapi bukan diikuti pula. Tapi memandang kejahatan adalah suatu kekurangan. Kekurangan sentuhan kebaikan, kekurangan ilmu pengetahuan, kekurangan kasih sayang, dan kekurangan cahaya. Obat dari sebuah kekurangan adalah menambahkan. Atau kejahatan adalah sebuah ketiadaan. Ketiadaan sentuhan kebaikan, ketiadaan ilmu pengetahuan, ketiadaan kasih sayang, ketiadaan cahaya, maka obat dari ketiadaan adalah kehadiran. Hadapi bukan hindari, dekati bukan acuh, berikan bukan mengambil, dan sayangi bukan dibenci. Apabila anda membalas kejahatan dengan kejahatan lagi, atau mungkin tidak mau peduli, malah menjauhi, anda bisa menjawab sendiri apakah anda sudah bertakzim dengan betul? Karena bertakzim adalah pikiran yang bersih tanpa buruk sangka.

Memang kita telah mempelajari ketiga hal itu, tapi tetaplah ujian tidak akan pernah berhenti diberikan kepada kita walau kita telah menyadari hal-hal tersebut. Terkadang ada saat dimana kita bertanya-tanya karena merasa tidak ada yang menjawab, bertingkah tapi tidak ada yang lihat, berbuat baik tapi tidak ada yang tahu. Ada saat dimana kita kehilangan cahaya yang membuat diri tidak mampu memberikan lagi, dan ada saatnya kita mencapai kesabaran yang kita anggap telah melampaui batasnya. Itulah ujian, sulit untuk sabar, sulit untuk menerima, dan sulit untuk berpikir jernih kembali. Bagaimana caranya agar kita bisa ikhlas kepada yang dirasa sulit tersebut? maka, kita perlu mengetahui dahulu bagaimana ikhlas bekerja. Tapi sebelum membahas hal tersebut, ternyata penyelesaiannya sudah terjawab, lho! Apabila kita memahami kedalam diri dan berpikir, sebenarnya seluruh penyelesaian permasalahan yang kita hadapi itu terkadang butuh proses, dan proses itu awalnya adalah pertanyaan-pertanyaan keluhan dan penghakiman, seperti contoh datang musibah kita pasti berkeluh, “Kenapa ini terjadi pada saya? saya sudah capek!” hingga tiba kata-kata yang menghakimi seperti, “Tidak ada yang sayang pada saya! Bahkan mereka! bahkan Engkau!”.
Jika kita memahami maksud perkataan yang datang dipikiran kita ketika permasalahan muncul, maka :

“Kenapa ini terjadi pada saya?” berarti secara tidak langsung diri anda meminta jawaban kepada alam semesta.
“Tidak ada yang sayang pada saya!” berarti anda meminta sebuah keinginan.

Perkataan adalah doa itu betul. Alam semesta mendengar setiap kecil apapun yang anda ucap. Dan alam akan segera membuat kondisi dimanapun anda berada, alam sekitar anda telah membuat skenario yang berujung kepada apa yang telah anda minta, ucap/ doa. Jawaban atas doa anda tidak akan selalu melalui cara yang anda duga. Tetapi jawaban dari doa anda pasti akan datang. Cepat atau lambat sesuai dengan tatanan skenario yang di program alam tepat pada saat anda mengucap. Kadang-kadang jawaban nya terjadi dalam bentuk perasaan (ketika sedang baper), kenangan (ketika sedang teringat nostalgia/ dejavu), pikiran (ketika sedang mengamati sesuatu), dalam mimpi, dan dalam tindakan acak yang secara tiba-tiba. Anda tidak akan mungkin melewatkan jawabannya, anda akan sadar sendiri karena jika anda belum sadar, alam akan terus membuat skenario bagaimana cara membuat anda menyadarinya. Tidak ada satupun pertanyaan yang tidak di dengar. Mintalah dan kau akan menerima. Hal ini jadi bisa menjelaskan bahwa Tuhan Maha melihat lagi Maha mendengar itu benar apa adanya, karena tidak satupun ruangan di dunia ini yang tidak dipenuhi oleh ruh partikel-Nya. Apa yang berterbangan di udara, apa yang melata di tanah, dan apa yang berenang di air semua memiliki ruh partikel-Nya. Hingga ucapan anda tidak ada satupun yang tidak di dengar. Hanya saja anda harus belajar cara meminta dan menerima seperti contoh permintaan dibawah ini.

“Tolonglah beri saya kesabaran menghadapi cobaan” maka pertolongan pun akan datang.
Apakah anda berpikir pertolongan yang akan datang adalah penyelesaian permasalahannya? atau energi untuk mampu bersabar nya?
Terkadang kita selalu saja tidak puas, sudah mendapat yang kita inginkan tapi tetap tidak bersyukur. Sudah mendapat energi untuk sabar tapi ujian terus tidak berakhir sehingga anda masih merasa doa anda belum terkabul. Apa yang akan dikatakan oleh anda selanjutnya, maka itulah yang akan terjadi dan seterusnya.

Musibah terkadang terjadi akibat ulah manusia nya sendiri. Barangkali kita sering mengucapkan hal-hal buruk tentang suatu tempat, maka benar akan terjadi. Bahkan ketika kita menyumpahi orang lain itu sebenarnya kita telah merengut energi nya dan membuat kerusakan pada sistem tubuh diri sendiri. Jangan sangka jika orang yang telah anda sumpahi tidak tahu, manusia bisa mendeteksi sesuatu yang telah terjadi terhadap dirinya, ada seseorang yang mengucapkan hal buruk, dan mengucapkan hal baik kepada kita. Maka, cara mengetahuinya anda pasti sering sekali mengalami sebuah tekanan yang mendadak entah tiba-tiba waktu sedang berpikir sesuatu, atau sedang membayangkan kejadian tadi pagi misalnya, diri kita pada waktu sedang dalam keadaan itu akan tiba-tiba tidak pernah merasakan segelisah ini (jika ada yang berpikiran buruk pada anda lalu tiba-tiba terbayang wajahnya) atau tiba-tiba jadi sangat berenergi seakan menyikat kamar mandi tengah malam dapat dilakukan dengan sangat ringan (balasan perbuatan kita sendiri terhadap orang lain yang merasa tertolong oleh kita).
Bahkan memikirkan betapa baiknya teman sebangku anda sambil tersenyum-senyum saja itu sudah menyumbangkan energi positif kepada orang yang dimaksud.
Ketika anda membenci, anda telah merengut energi orang lain dan melepas banyak energi anda sendiri ke udara, itu membuat salah satu sistem tubuh anda kekurangan energi dan akan terus kekurangan apabila anda meneruskan untuk membenci. Makanya ketika anda stres, anda akan merasa lelah yang amat sangat. Bukan hanya stres, dan membenci saja, tapi juga ketika marah, anda telah melepas energi anda secara cuma-cuma.

Dan begitulah cara kerja sebuah kejadian itu datang di kehidupan kita, yaitu akibat dari ucapan. Kejadian buruk tidak hanya berasal dari ucapan, walau sebagian besar adalah dari ulah manusia sendiri. Tapi sama hal nya dengan menghadapi orang jahat, menghadapi musibah haruslah dilalui dengan sabar dan tawakal. Tawakal yang berarti percaya kepada Nya bahwa setiap pertanyaan pasti di dengar. Dan ketika anda mengetahui jawabannya, anda sendiri lah yang akan melakukannya, dengan tangan anda sendiri yang akan menyelesaikan permasalahan anda. Jadi, tawakal bukan berarti pasrah tapi menuntut beres semua hanya dengan doa saja, tapi karena anda telah menemukan jawabannya dan anda melakukannya sendiri dengan tindakan.

Akhir kata, Jika sudah tahu akibatnya, apakah anda tetap mau bergosip?

Ruh… Apa itu ruh?

Ketika kita berpikir tentang ruh, sesuatu yang pernah terlintas dalam pikiran kita itu hampir tidak dapat dibayangkan karena tidak tahu, sesuatu semacam apakah ruh itu? Apa bentuknya? Hingga pada artikel yang kesekian kalinya pun belum mampu menjelaskan apa itu ruh dan mengapa manusia amat penting untuk menyadarinya. Tamat

Exit mobile version