Atlantis Indonesia

MISTERI KEBERADAAN GUNUNG ARARAT DAN BUKIT JUDI …

MISTERI KEBERADAAN GUNUNG ARARAT DAN BUKIT JUDI AKHIRNYA TERUNGKAP
*******************************************
Originally written by:
Yeddi Aprian Syakh Al-Athas

*** Disclaimer:
1. Buang jauh segala prasangka sebelum membaca. Jika apa yang saya tulis ini benar maka anggaplah sebagai sebuah fakta kebenaran yang harus disampaikan, dan jika salah maka anggaplah sebagai sebuah upaya ijtihad pemikiran dalam rangka menemukan dan merangkai serpihan-serpihan sejarah Nuhsantara yang dengan sengaja telah dikubur dan dikaburkan oleh pihak-pihak tertentu.
2. Seperti biasa, tulisan saya ini sangatlah panjang, jadi mohon bersabar membacanya, dan jika perlu silahkan disave terlebih dahulu dan dibaca belakangan ketika punya waktu luang.

Bismillahirrahmaanirrahiim,

*** Sampurasun…

Saya adalah seorang statistisi yang berlatarbelakang matematika dan bukan berasal dari latar belakang sejarahwan, namun bagi saya melakukan kajian tentang sejarah merupakan hal yang sangat menggairahkan sekaligus menantang, mulai dari bagaimana ribetnya merunut benang merah yang terputus, rumitnya merangkai data dan fakta yang berserakan untuk dikaitkan satu sama lain, sulitnya memahami pola pikir pelaku sejarah di masa lampau, hingga sampai akhirnya merumuskan “hipotesis” sebagai kesimpulan sementara yang masih membutuhkan ruang pembuktian dan ruang diskusi lebih lanjut untuk dapat menjadi sebuah “hipotesa” kebenaran.

Seperti biasanya, kita akan berdikusi dalam kajian berbasis pendekatan “Etno-Linguistik” yang belakangan ini menjadi sebuah pendekatan baru dalam melihat sejarah, sebagaimana disampaikan oleh Dr. Ir. Ricky Avenzora, M.Sc, staf pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Namun dalam diskusi kita kali ini, izinkan saya menambahkannya dengan kajian berbasis “Ilmu Gematria” yakni ilmu matematika yg mempelajari pola-pola geometri maknawi sebuah bahasa, yang hanya dapat diterapkan dalam Bahasa Ibrani dan Bahasa Arab.

Banyaknya pertanyaan yang sama dan berulang yang ditujukan kepada saya yang berasal dari sahabat-sahabat facebook saya mengenai Misteri Gunung Ararat dan Bukit Judi, maka kali ini saya mencoba memberanikan diri untuk menyampaikan hasil kajian kecil saya berbasis Ilmu Gematria tentang Misteri Gunung Ararat dan Bukit Judi yang keduanya terkait erat dengan Kisah Bahtera Nabi Nuh yang telah menjadi legenda dunia.

Mari kita mulai…
Bismillah…

Tempat Berlabuhnya Kapal Nabi Nuh menurut Al-Kitab:

“Dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, terkandaslah bahtera itu pada Pegunungan ARARAT.”(Genesis / Kejadian 8:4)

Tempat Berlabuhnya Kapal Nabi Nuh menurut Al-Quran:

“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas Bukit JUUDII, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim”. (QS. Hud 11:44)

Mari kita bahas satu persatu…

Data tentang ‘ARARAT
————————–
Bahasa Ibrani: ‘ARARAT
Ditulis: ‘ararat.
Dibaca: ar-aw-rat’
Strong’s Number: 0780.
Gematria Value: 410.
Aleph+Resh+Resh+Tet
😊 1+200+200+9 = 410)
Meaning:
“The Curse Reversed” (umpatan yang berbalik)

Nah secara fonologi, maka kata ‘ARARAT yang disebutkan dalam Genesis/Kejadian 8:4 ini memiliki kemiripan kata dan makna dengan kata IRARUTU, yang merujuk ke sebuah tempat di Provinsi Papua Barat, yang terletak di posisi 03o0′ – 03o41′ Lintang Selatan dan 132o1′ – 133o15’ Bujur Timur, yang wilayahnya terbentang luas di empat kabupaten di Provinsi Papua Barat, yakni mencakup: Kabupaten Teluk Bintuni, Kaimana, Fakfak dan Teluk Wondama.

Menurut DR. Jason Alexander Johann Jackson dalam disertasi doktor filosofinya yang berjudul “A Grammar of Irarutu, A Language of West Papua, Indonesia, with Historical Analysis” menyebutkan bahwa secara terminologi kata IRARUTU merujuk kepada dua hal, yakni sebagai “Bahasa Asli IRARUTU” dan kedua sebagai “Penduduk Asli IRARUTU”.

Di dalam disertasinya ini, DR. Jason Alexander Johann Jackson juga menyebutkan bahwa kata IRARUTU tersusun dari dua sub kata, yakni IRARU yang berarti “language” (ucapan/bahasa) dan TU yang berarti “true” (baik). Sehingga secara keseluruhan kata IRARUTU bermakna sebagai “True Language” atau “Ucapan/Bahasa yang baik”. Filosofi makna kata IRARUTU ini didasari oleh adanya sebuah “belief” atau “mitos” yang diyakini oleh Penduduk Asli IRARUTU secara turun temurun bahwa di IRARUTU tepatnya jika berada di atas GUNUNG IRARUTU siapapun tidak boleh memiliki niat kotor dan berkata-kata jahat, karena dalam keyakinan mereka kata-kata jahat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya. Dari sinilah filosofi makna kata “IRARUTU” berasal mula.

Dan makna kata IRARUTU yang disampaikan oleh DR. Jason Alexander Johann Jackson dalam disertasinya ini ternyata memiliki kemiripan makna dengan kata ‘ARARAT dalam Al-Kitab Genesis/Kejadian 8:4 yang dalam bahasa Ibrani bermakna “The Curse Reversed”
(umpatan yang berbalik).

Selain itu jika kata ARARAT dalam Al-Kitab merujuk kepada Pegunungan ARARAT, maka demikian pula halnya dengan kata IRARUTU yang juga merujuk kepada sebuah gunung, yang disebut sebagai “GUNUNG NABI” yang menurut DR. Jason Alexander Johann Jackson memiliki nama asli sebagai “MOUNT IRARUTU” atau “GUNUNG IRARUTU” yang lokasinya berada di Teluk Arguni, Kabupaten Kaimana yang dianggap sebagai tempat paling suci oleh Penduduk Asli IRARUTU.

Kepala Suku IRARUTU di Kabupaten Kaimana yang bernama Harun Sabuku mengatakan bahwa menurut pitutur turun temurun bahwa konon kabarnya semua manusia di Papua berasal dari nenek moyang mereka yang tinggal di puncak GUNUNG NABI.

Menurut Hikayat GUNUNG NABI, seluruh dunia tenggelam oleh banjir dan orang-orang terpilih yang berada dalam Kapal Nabi Nuh telah terdampar di GUNUNG NABI. Masih menurut hikayat yang sama, disebutkan bahwa pasca banjir surut, Nabi Nuh dan ketiga anaknya yang bernama IRARUTU, MAIRASI dan KURI beserta 48 orang penumpang lainnya yang berada di dalam bahtera tersebut turun dari GUNUNG NABI dan menyebar ke seluruh dunia. IRARUTU menuruni GUNUNG NABI melalui rute Sungai Narmasa terus ke Tugarni menuju Teluk Arguni, dan MAIRASI menuruni GUNUNG NABI melalui rute Sungai Urere, terus ke Lobo dan terus menuju Teluk Triton, sedangkan KURI menuruni GUNUNG NABI melalui rute Sungai Wosimi tembus hingga ke Teluk Bintuni dan Teluk Wondama.

Ketiga anak Nabi Nuh versi Hikayat GUNUNG NABI ini yakni: IRARUTU, MAIRASI dan KURI lagi-lagi memiliki kemiripan dengan apa yang disampaikan dalam Al-Kitab yang menyebutkan bahwa Nabi Nuh memiliki tiga putra yakni: SHEM (SYAM), CHAM (HAM) dan YEPHETH (YAFET).

Sekarang pertanyaannya adalah mengapa dalam Al-Quran Surat Hud ayat 44 justru disebutkan jika Kapal Nabi Nuh berlabuh di Bukit JUUDII bukan di ‘ARARAT sebagaimana diaebutkan dalam Al-Kitab.

Mari kita kaji…

Data tentang JUUDII
————————
Bahasa Arab: JUUDII.
Gematria Value: 23.
Jim – Wau – Dal – Ya
😊 3+6+4+10 = 23)
Meaning: “Bukit Juudi”

Nah kata “JUUDII” ini rupa-rupanya bukan asli berasal dari Bahasa Arab melainkan juga merupakan kata serapan dari Bahasa Ibrani yakni dari kata “GEDIY”.

Data tentang GEDIY,
————————
Strong’s Number: 1423
Bahasa Ibrani: “GEDIY”
Ditulis: gediy
Dibaca: ghed-ee’
Gematria Value: 17.
Gimel – Dalet – Yod
😊 3+4+10 = 17)
Meaning: “Same as strong’s number 0415”

Data tentang Strong’s Number 0415,
——————————————
Strong’s Number: 0415
Bahasa Ibrani: “GADAH”
Ditulis: gadah
Dibaca: gaw-daw’
Gematria Value: 12
Gimel – Dalet – Hey
😊 3+4+5 = 12)
Meaning: “Bank River” (Induk/Kepala Sungai).

Sehingga kata “JUUDII” dalam QS. Hud 11:44 ini jika dimaknai ulang maka maknanya akan menjadi “Bukit/Gunung Tempat induk sungai berasal.” Dan makna kata “JUUDII” ini ternyata berkaitan erat dengan kata “ARARAT” dalam Al-Kitab yang di atas disebutkan bahwa kata “ARARAT” ini merujuk kepada “IRARUTU” sebagai tempat keberadaan “GUNUNG NABI” yang menurut hikayat setempat merupakan tempat berlabuhnya Kapal Nabi Nuh.

Lalu Apa keterkaitan antara “JUUDII” dan ‘ARARAT…?

Keterkaitannya adalah bahwa di “GUNUNG NABI” yang menurut DR. Jason Alexander Johann Jackson memiliki nama asli “MOUNT IRARUTU” atau “GUNUNG IRARUTU” di puncaknya terdapat tiga buah induk sungai besar, dan ini sesuai dengan makna dari kata “JUUDII” yang diserap dari bahasa ibrani “GEDIY” yang bermakna “Bank River” atau “Tempat Induk Sungai”.

Sungai pertama adalah Sungai Wosimi, yang bermuara ke Teluk Wondama (sekarang menjadi Kabupaten Teluk Wondama). Yang mendiami wilayah sekitar sungai itu adalah anak Nabi Nuh yang bernama KURI beserta keturunannya. Dan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah Bahasa Kuri dan Bahasa Irarutu.

Sungai kedua adalah Sungai Urere, yang bermuara ke Teluk Triton. Yang mendiami wilayah sekitar sungai itu adalah anak Nabi Nuh yang bernama MAIRASI beserta keturunannya. Dan bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Mairasi.

Sedangkan Sungai ketiga adalah Sungai Narmasa, yang bermuara ke Teluk Arguni (sekarang Kabupaten Kaimana). Yang mendiami wilayah sekitar sungai itu adalah anak Nabi Nuh yang bernama IRARUTU beserta keturunannya. Dan bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Irarutu.

Sehingga dari sini kita akhirnya paham bahwa yang dimaksud sebagai “JUUDII” oleh Al-Quran dan “ARARAT” oleh Al-Quran ternyata merujuk ke tempat yang sama, yaitu “GUNUNG NABI” dimana nama aslinya adalah “GUNUNG IRARUTU” yang lokasinya berada di Teluk Arguni, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, Indonesia.

Sehingga Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian di atas adalah:

JUUDII = ‘ARARAT = IRARUTU = GUNUNG NABI.

Masih mengenai GUNUNG NABI Papua, sebuah Jurnal Ilmiah terbitan Australian National University tahun 2015 yang berjudul “From Stone Age to Real Time, Exploring Papua Temporalities, Mobilities and Religiosities” disebutkan sebagai berikut,

“Papua is the land where Adam and Eve descended, where Noah’s Ark was stranded, and where all subsequent figures of the holy book lived. A mountain on the land between Arguni Bay and Wondama Bay is known under the name ‘mountain of the prophet’ (gunung nabi) and some Papuan Muslims like to perform the pilgrimage there instead of travelling to Mecca.”

Terjemahan:
“Papua adalah tanah tempat Adam dan Hawa diturunkan dari Surga, tanah dimana Kapal Nabi Nuh berlabuh dan tempat dimana seluruh tokoh penyebar ajaran kitab suci tinggal. Ada sebuah gunung di Papua yang terletak di dataran antara Teluk Arguni (sekarang Kabupaten Kaimana) dan Teluk Wondama (sekarang Kabupaten Teluk Wondama) dikenal dengan nama ‘GUNUNG NABI’ yang seringkali dikunjungi oleh beberapa Penduduk Muslim Papua jika mereka ingin melaksanakan ibadah haji ke Mekah.”

Sehingga hipotesis yang muncul dari apa yang disebutkan dalam jurnal ilmiah di atas terkait GUNUNG NABI / GUNUNG IRARUTU adalah:
(1) GUNUNG NABI adalah tempat diturunkannya Adam dan Hawa.
(2) GUNUNG NABI adalah tempat berlabuhnya Kapal Nabi Nuh.
(3) GUNUNG NABI adalah tempat beberapa nabi menyebarkan ajaran kitab suci.

Terkait ketiga hipotesis tentang GUNUNG NABI yang disebutkan dalam Jurnal Ilmiah terbitan Australian National University di atas, rupanya DR. Jason Alexander Johann Jackson dalam disertasi doktor filosofinya yang berjudul “A Grammar of Irarutu, A Language of West Papua, Indonesia, with Historical Analysis” juga menyebutkan sebagai berikut,

“In 2010, language consultants relayed a creation myth in which ‘Nabi Mountain’ is revered as Biblical Mount Sinai (Zion) the place of ascension of both Jesus Christ and The Prophet Muhammad and the origin point of all mankind as well as human language.”

Terjemahan:
“Pada tahun 2010, konsultan-konsultan bahasa menyampaikan sebuah mitos tentang GUNUNG NABI yang merujuk ke Gunung Zion / Gunung Sinai yang disebutkan dalam Al-Kitab sebagai tempat naiknya Yesus Kristus dan Nabi Muhammad dan sebagai titik asal seluruh bahasa-bahasa berawal.”

Dan terkait hal ini saya pribadi juga sempat melakukan wawancara mendalam terhadap salah seorang teman saya yang tinggal di Kabupaten Manokwari, Papua Barat yang dulu pernah menjadi operator alat berat ketika membuka hutan untuk membuat jalan di kaki gunung di daerah Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Menurut kesaksian teman saya ini, ketika menjelang waktu maghrib dia bertemu dengan seorang kakek-kakek tua yang tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada dan hanya menggunakan kain cawat berwarna merah yang smhanya sekedar untuk menutupi auratnya.

Tanpa menaruh curiga sedikitpun, teman saya ini mau saja ketika diajak oleh sang kakek untuk berkunjung ke rumahnya. Dalam perjalanan, teman saya ini menceritakan bahwa tanah tempatnya berjalan itu seperti bukan tanah seperti biasanya yang padat dan keras namun lebih seperti berjalan di atas balon, kemudian ketika mulai memasuki daerah perkampungan tempat si kakek tinggal, teman saya ini melihat adanya sebuah tempat yang jika dilihat dari susunan pohon-pohonnya berbeda jenis dengan pohon-pohon yang ada di hutan di kaki gunung tersebut, sepanjang mata memandang terlihat jika pohon2 tersebut memiliki ketinggian yang sama seolah seperti dipangkas dan dirawat oleh seorang tukang kebun. Teman saya ini juga melihat dengan mata kepalanya sendiri jika si kakek berjalan di atas permukaan rawa-rawa seperti orang yg sedang berjalan di atas air. Seketika dalam waktu singkat, teman saya ini sudah berada di perkampungan tempat sang kakek tinggal, yang sepanjang penglihatannya tempat tersebut dipenuhi cahaya terang benderang dan banyak dihuni orang-orang yang berasal dari berbagai ras dan bangsa, mulai dari yang berkulit putih bersih sampai kepada yang berkulit hitam legam. Dan anehnya di sepanjang jalan menuju perkampungan itu berserakan batu-batu permata berwarna-warni yang seakan tidak tersentuh manusia sama sekali, dan selain itu persis di tengah-tengah perkampungan terdapat sebuah danau besar di atas gunung yang airnya asin seperti air laut dan dipenuhi banyak ikan-ikan laut beraneka jenis.

Setibanya di rumah sang kakek, teman saya ini dipersilahkan duduk, dan sang kakek pun memperkenalkan dirinya sebagai “TETE CAWAT MERAH” yang bermakna “kakek yang menggunakan celana cawat merah”. Sang Kakek bercerita bahwa sebelum tinggal di GUNUNG NABI PAPUA, ia adalah orang yang pertama membuka peradaban di Pulau Jawa, tepatnya di daerah sekitar Pandeglang, Banten. Ketika itu ia dijuluki sebagai “AKI TIREM”, yang bermakna “kakek yang pertama” (kata “aki” bermakna “kakek” dan kata “tirem”berasal dari bahasa ibrani “terem” yang bermakna “yang pertama” atau “awal mula”).

Sang kakek juga bercerita bahwa GUNUNG NABI di Papua itu ada dua, yakni GUNUNG NABI KECIL yang berada di Bomberai, Kabupaten Fakfak, Papua Barat yang dikenal masyarakat setempat sebagai GUNUNG BAHAM. Dan yang satunya lagi adalah GUNUNG NABI BESAR yang berada di Teluk Arguni, Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Kedua GUNUNG NABI ini disebut sebagai Pegunungan IRARUTU yang dalam Al-Kitab disebut sebagai Pegunungan ARARAT.

Sang kakek menyebutkan dirinya sebagai “BABE” yang dalam bahasa Irarutu artinya adalah “laki-laki tua”. Dan tugasnya sebagai “BABE” adalah menjaga GUNUNG NABI KECIL yang berada di Bomberai, tempat dimana Nabi Musa menerima sepuluh perintah Tuhan dan tempat dimana Nabi Musa meninggal dan dimakamkan. Di puncak GUNUNG NABI KECIL terdapat sebuah danau air asin yang dipenuhi oleh ikan-ikan air laut sebagai simbol Wahana Pengetahuan Agama Islam yang luas dimana ikan-ikan di dalamnya merupakan simbol Umat Islam, itulah sebabnya sang kakek selalu terlihat membawa Al-Quran berbahasa arab gundul.

Sang kakek juga menyebutkan bahwa GUNUNG NABI BESAR di Teluk Arguni dijaga oleh seorang “BABELE” yang dalam bahasa Irarutu artinya adalah “perempuan tua”. Dan tugasnya sebagai “BABELE” adalah menjaga GUNUNG NABI BESAR, tempat dimana Nabi Harun meninggal dan dimakamkan. Di puncak GUNUNG NABI BESAR terdapat sebuah danau air tawar yang airnya manis yang dipenuhi oleh ikan-ikan air tawar sebagai simbol Wahana Pengetahuan Agama Yahudi dan Nasrani dimana ikan-ikan di dalamnya merupakan simbol Umat Yahudi dan Umat Nasrani, itulah sebabnya sang BABELE selalu terlihat membawa Al-Kitab berbahasa ibrani gundul.

Nah demikianlah sekelumit kecil hasil kajian saya guna mengungkap Misteri tentang Gunung Ararat dan Bukit Judi sebagai tempat berlabuhnya Bahtera Nabi Nuh.
Dan sekali lagi saya tegaskan bahwa ini hanyalah sebatas “HIPOTESIS” yang saya sampaikan ke ruang terbuka publik yang saya peroleh lewat kajian berbasis “etno-linguistik” dan “ilmu gematria”. Hipotesis saya ini bisa benar dan bisa juga salah. Karena saya juga hanyalah manusia biasa. Semoga ijtihad pemikiran saya ini bisa menjadi awal kajian dan bahan diskusi lanjutan yang membangkitkan nalar dan logika berpikir yang lebih kritis dan mendalam guna mengungkap fakta kebenaran yang sesungguhnya.

Salam Kebangkitan Nuhsantara _/\_

Note:
Share dan copas diizinkan seluas-luasnya namun dengan tetap mencantumkan link dan sumber aslinya….

_/\_ Sugeng Rahayu _/\_

Yeddi Aprian Syakh

Exit mobile version