FILOSOFI BAMBU …

FILOSOFI BAMBU

MEMAHAMI FILOSOFI, LEGENDA DAN KEYAKINAN TENTANG BAMBU DI BERBAGAI BUDAYA DI ASIA – (sebuah pendekatan pada pemaknaan SAWERIGADING: lahir atau keluar dari batang bambu ) by: Fadly Bahari

Bambu adalah tanamanan yang unik. Ketika bambu ditanam, pada tahun pertama hingga tahun ke empat ia memperlihatkan pertumbuhan yang sangat lambat. bagaimana pun kita menyiram dan merawatnya, sepanjang masa itu, tak banyak berkembangan yang dinampakkannya. orang yang menanam mungkin akan terkecoh, merasa dirinya telah gagal menanam pohon bambu tersebut. Sebenarnya, itu karena pada empat tahun pertama tersebut bambu memperkuat struktur akarnya, mengeraskan tanah dan mengambil ruang bersaing dengan tanaman lain. Setelah pertumbuhan akar sudah rampung, memasuki tahun ke lima atau masa dewasanya, barulah bambu menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat, bisa mencapai pertumbuhan 60-100 cm per-hari. Proses kehidupan pohon bambu ini mengandung filosofis buat manusia, yakni betapa fondasi yang kuat sangat diperlukan.

Ketika telah memiliki struktur akar yang kuat, bambu yang tergolong tanaman rumput, akan menjadi rumput yang berbeda. Tingginya bisa terentang dari 30 cm hingga 30 meter. hingga potensi dan Kegunaan yang ditimbulkannya, membuatnya memiliki nilai tersendiri. dari hal ini, manusia bisa mengambil pelajaran bahwa latar belakang bukanlah penentu, melainkan bagaimana kita berupaya mempersiapkan dan mengekspresikan potensi diri, Itulah yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi luar biasa.

Pohon bambu juga mengajari kita soal fleksibilitas. Dengan akar yang kuat dan batang yang lentur, bambu memiliki ketahanan yang tinggi dari terpaan angin. Saat angin kencang bertiup dan banjir melanda, bambu tetap bisa bertahan. Dia melambai gemulai mengikuti kecepatan angin. Akarnya yang kokoh tetap bertahan menahan gerusan banjir yang akan menghayutkannya. Saat pohon-pohon lain bertumbangan, bambu tetap tegak berdiri dan berayun gemulai.

Dalam khazanah kesusastraan Makassar (Sulawesi Selatan), terdapat jenis kesusastraan klasik yang mengandung ajaran moral. Masyarakat pendukungnya menyebut atau menamakan jenis kesusastraan ini dengan nama pappasang atau sering disingkat pasang. berikut ini adalah pappasang yang menggunakan bambu sebagai latar belakang filosofinya:

“Abbulo sibatang paki antu, mareso tamattappu, nanampa nia sannang ni pusakai”. (Jadilah seperti sebatang bambu, yang mengusahakan sesuatu secara diam-diam dengan tidak menyebutkannya, lalu tanpa disadari telah memiliki kesejahteraan yang bisa diwariskan)

Pappasang (ajaran moral) ini, nampaknya menimba pesan moral dari pertumbuhan bambu tahun pertama hingga tahun ke-empat, yaitu dalam masa pertumbuhan struktur akar, yang pada masa itu kelihatannya tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan batang yang signifikan di permukaan. Hingga setelah memasuki tahun kelima yaitu masa dewasanya, barulah bambu kemudian memperlihatkan pertumbuhan yang sangat pesat.

Jadi, saya pikir, penyampaian Pappasang (ajaran moral) tersebut harus diikuti dengan penuturan fase hidup tanaman bambu, agar pendengarnya dapat mencerna dengan mudah maksud dari ajaran moral yang ingin disampaikan. Jika sekedar pappasang itu saja, saya yakin, yang tidak mengetahui fase hidup tanaman bambu tak akan mengerti maksud sebenarnya.

Sepanjang sejarah, bambu telah disimbolkan banyak hal yang berbeda pada berbagai Negara. Di Cina bambu melambangkan umur panjang karena kekuatannya, ketahanan, kemampuan beradaptasi dan daya tahan untuk bertahan hidup dalam kondisi paling keras dan masih bertahan dan berkembang.

Dalam kebudayaan Cina, Bambu adalah salah satu dari “Empat Gentlemen” atau disebut juga “empat kemuliaan” (bambu, anggrek, bunga plum dan krisan). Bambu memainkan peranan penting dalam budaya tradisional Cina, bahwa ia dianggap sebagai model perilaku manusia. Bahwa Bambu memiliki fitur seperti kejujuran, keuletan, kelapangan hati, ketulusan, keanggunan, meskipun tidak kuat secara fisik.

Di Cina, ada banyak puisi metafora tentang Bambu yang ditulis oleh penyair Cina kuno. seorang penyair kuno, Bai Juyi (772-846), berpikir bahwa untuk menjadi sosok yang dihargai dan memiliki kemuliaan, seorang pria tidak perlu kuat secara fisik, tapi ia harus kuat mental, tegak, dan gigih. Sama seperti bambu yang berongga, Dia harus membuka hatinya untuk menerima apapun yang bermanfaat dan tidak pernah memiliki kesombongan atau prasangka.

Di Jepang, hutan bambu kadang-kadang mengelilingi kuil Shinto sebagai bagian dari penghalang suci melawan kejahatan . Banyak kuil Buddha juga memiliki rumpun bambu, sebagai cara untuk menciptakan lingkungan meditatif dan damai.

Di Vietnam, Bambu memainkan bagian penting dari budaya. Bambu melambangkan semangat Vovinam (seni bela diri Vietnam): cương nhu phối triển (koordinasi antara seni bela diri keras dan lunak). Bambu juga melambangkan asal kelahiran bagi orang Vietnam, juga sebagai simbol spirit orang-orang vietnam, yaitu: kesopanan, keterusterangan, kerja keras, optimisme, persatuan, dan kemampuan beradaptasi. Sebuah pepatah Vietnam mengatakan, “Ketika bambu tua, kecambah bambu muncul”, artinya Vietnam tidak akan pernah dapat dimusnahkan; jika generasi sebelumnya meninggal, anak-anak mengambil tempat mereka. Oleh karena itu, bangsa Vietnam dan nilai-nilai kearifan local dalam masyarakat Vietnam akan senantiasa dipertahankan dan dikembangkan. Adalah umum terlihat bagaimana Desa-desa tradisional di Vietnam dikelilingi oleh pagar bambu ( Luy tre ).

Banyak budaya Asia memiliki legenda dan keyakinan di seputaran tentang bambu. Selain penuturan Orang Luwu, yang mengatakan leluhurnya (Batara Guru) muncul dari batang bambu, ternyata, hal ini ada kesamaan dengan kepercayaan orang Andaman, yang menganggap bahwa manusia pertama lahir di dalam sebatang bambu besar. Selanjutnya, Orang China pun juga memiliki penuturan kisah leluhur seperti itu. Hanya saja, disana, mereka menyebutnya muncul dari sesuatu yang mirip tunas bambu (rebung). Lalu, ada juga sebuah legenda di Malaysia, juga bercerita tentang bagaimana seorang pria menemukan seorang wanita di dalam sebuah batang bambu.

Secara intuitif, saya menangkap kemungkinan bahwa yang dimaksud “keluar atau terlahir dari batang bambu” dalam mitologi leluhur atau manusia pertama di berbagai daerah tersebut, bisa jadi bermakna bahwa leluhur atau manusia pertama itu adalah sosok yang penuh perjuangan dalam proses awal merintis kehidupannya dan kehidupan di sekitarnya. Hingga akhirnya berhasil dan menjadi figur yang sangat dihormati oleh pengikutnya atau masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, kemungkinan perspektif orang jaman dahulu ketika melihat sosok yang tekun dan sabar dalam suatu usaha lalu kemudian berhasil, seperti melihat sosok yang menetas atau lahir dari bambu. inilah mungkin hakekat dari nama SAWERIGADING: SAWE, yang berarti lahir/menetas, dan RI GADING, yang berarti dari bambu gading. dan dengan demikian, nama SAWERIGADING bisa jadi adalah sebuah gelar atau julukan, bukan nama sesungguhnya dari tokoh idola dalam Sure I La Galigo itu.

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Close